MAKALAH
ADMINISTRASI
PEMBANGUNAN
“Konsep
Dan Pendekatan Pembangunan Sosial”
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pembangunan sosial sebagai salah
satu pendekatan dalam pembangunan, pada awal perkembangannya, seringkali dipertentangkan dengan pembangunan ekonomi. Hal ini terkait dengan pemahaman
orang banyak yang menggunakan istilah pembangunan yang dikonotasikan sebagai
perubahan ekonomi yang diakibatkan oleh industrialisasi.
Tahun 1980-an
- Pada
awal tahun ini, konsep pembangunan sosial mulai populer dalam lingkup pekerjaan sosial.
Kemunculan konsep pembangunan sosial merupakan refleksi atas evaluasi
terhadap jalannya pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dinilai
menyisakan distorsi masalah sosial seperti kemiskinan. Era industrialisasi telah mendorong kemajuan kapitalisme yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi sehingga
aspek-aspek sosial terabaikan.
- Seiring
dengan kemajuan kapitalisme, meningkat pula tekanan masalah sosial
sehingga menyadarkan akan pentingnya konsep pembangunan yang tidak hanya
bertujuan meningkatkan kualitas hidup manusia dari aspek fisik, tetapi juga
merespon masalah pembangunan yang terdistorsi. Pembangunan terdistorsi dianggap sebagai residu
pembangunan yang muncul karena paradigma yang salah tentang pembangunan di
mana pembangunan yang terjadi tidak lagi berorientasi pada kesejahteraan
manusia. Oleh karena itu, konsep pembangunan sosial hadir untuk melengkapi
proses pembangunan ekonomi.
1.2 Identifikasi
masalah
·
Bagaimana
model pendekatan nasional dalam pembangunan ?
·
Bagaimana
Konsep Dan Pendekatan Pembangunan Sosial
1.3 Tujuan
Untuk
mengetahui sejauh mana konsep dan pendekatan nasionl dlam pembangunan di
indonesia ..
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dan Pendekatan Pembangunan Sosial
Salah satu cirri utama
kebanyakan Negara-negara yang sedang berkembang adalah komitmen mereka terhadap
pembangunan nasional. Pembangunan nasional dilakukan melalui perencanaan
nasional. Perencanaan nasional meliputi pengambilan keputusan-keputusan dan pilihan-pilihan
tentang bagaimana sebaiknya memandaatkan sumber-sumber yang tersedia untuk
meraih tujuan-tujuan tertentu yaitu tujuan pembangunan nasional, pada
sewaktu-waktu di masa depan.
Saul M. Katz (1971)
mendevinisikan pembangunan nasional sebagai perubahan social yang besar dari
satu keadaan nasional ke keadaan nasional yang lain hal ini terikat dengan
waktu dan bertumpuh pada lingkungan social budaya. Karenanya konsep pembngunan
nasional dapat di Interpretasikan dari banyak segi.
Sifat multyinterpretasi
konsep pembangunan tersebut sesungguhnya dapat dibenarkan karena ternyata bahwa
konsep tersebut adalah suatu gejala transcendental dan multydisipliner, suatu
ideology yang berekar dalam sejarah suatu Negara dan tertanam didalam suatu
konfigurasi social budaya.
2.2 Model Pembangunan Nasional Berorientasi
Pertumbuhan.
Model ini memandang
tujuan pembangunan nasional sebagai pertumbuhan ekonomidalam arti sempit, yakni
menyangkut kapasitas ekonomi nasional yang semula dalam jangka waktu yang lama
berada dalam kondisi statis, kemudian bangkit untuk menghasilkan peningkatan
GNP per tahun pada angka 5 dan 7 persen atau lebih (Todaro, 1997, p. 60). PBB
dalam Dekade Pembangunan Pertama(1960-1970) memandang “ pembangunan “ dalam
arti pencapaian angka pertumbuhan pertahun GNP 6 persen.
Guna mencapai angka
pertumbuhan ekonomi yang tinggi seperti itu, maka pemilihan struktur prooduksi
dan kesempatan kerja yang terencana guna meningkatkan porsi industry jasa dan
manufaktur, serta mengurangi porsi sector pertanian secara seimbang, barangkali
tidak dapat dihindari. Karena itu proses pembangunan, terpusat pada
produksi,sedangkan penghapusan kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan
menduduki urutan kepentingan kedua terutama dicapai melalui “trickle-down
effect”.
Model ini juga
mengasumsikan bahwa angka pertumbuhan ekonomi suatu Negara terutama tergantung
pada tingkat investasi tertentu. Hal ini direalisir melalui peningkatan
tabungan dalam negeri, investasi swasta-swasta asing dan/ atau bantuan asing.
Adalah tanggung jawab pokok pemerintah untuk menciptakan suatu lingkungan yang
akan memungkinkan Negara tersebut meraih titik kritis tingkat investasi guna
mendorong tinggal landas, serta untuk melampui
tahap-tahap pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Karena itu peranan
pemerintah sejak semula bersifat entrepreneurial.
2.3 Model
Pembangunan Kebutuhan Dasar/Kesejahteraan.
Model pembangunan
nasional kebutuhan dasar atau kesejahteraan muncul untuk mongoreksi
kekurangan-kekurangan model pembangunan nasional yang berorientasi pada pertumbuhan.
Model ini memfokuskan diri pada bagian penduduk yang miskin di negar-negara
berkembang, dan menandaskan bahwa masalah kemiskinan di Negara-negara yang
sedang berkembang pada dasarnya bukanlah merupakan kemubasiran ekonomi perse, akan tetapi masalah kemiskinan
tadi pada hakekatnya merupakan penngalaman kerja keras dan tidak produktif
selama berjam-jam dalam rangka membiayai kehidupan subsistensi dan marginal
mereka.
Pada dasarnya model ini
merupakan suatu program kesejahteraan atau bantuan bagi orang yang sangat
miskin melalui pemenuhan kebutuhan dasar, yang mengcangkup tidak hanya
kesempatan memperoleh penghasilan akan
tetapi juga akses terhadap pelayanan public seperti pendidikan,
kesehatan, air bersih, transportasi umum dan lain-lain.
Model ini didasarkan pada tiga
argumentasi pokok (Streeten, 1979, pp. 30-31; Burki and ul Haq, 1981, p. 168).
a. Banyak
dari kaum miskin tidak memiliki asset-aset produktif selain kekuatan fisik
mereka, keinginan kerja mereka dan inteligensi dasar mereka. Pemeliharaan asset
tersebut tergantung pada peningkatan
akses terhadap pelayanan public seperti pendidikan, pemeliharaan
kesehataan, penyediaan air pada umumnya.
b. Peningkatan
pendapatan kaum miskin boleh jadi tidak meningkatkan standar hidup mereka kalau
barang-barang dan jasa yang cocok dengan kebbutuhan dan tingkat pendapatan
mereka tidak tersedia.
c. Peningkatan
standar hidup golongan termiskin dari miskin melalui peningkatan produktivitas
mereka memerlukan waktu yang sangat lama, dan porsi tertentu karena satu dan
lain hal mereka barangkali tetap tidak dapat bekerja. Paling tidak program
subsidi jangka pendek, dan barangkali program subsidi permanen diperlukan agar
rakyat mendapat bagian dari hasil-hasil pembangunan.
Para pendiri
pembangunan yang berorientasi pada manusia memandang bahwa terwujudnya
masyarakat mencapai kemakmuran yang melimpah, yang menjadikan si miskin
menerima secara pasif pelayanan apa pun yang dipilih serta diberikan oleh
birokrasi pemerintah berdasar kearifan, yang waktu dan tempatnya ditentukan
pula oleh birokrasi pemerintah, adalah tidak dapat diterima (Korten, 1983, p.
31). Karena itu mereka menawarkan satu model alternative seperti di bahas bawah
ini.
2.4 Model
Pembangunan Nasional yang Berpusat pada Manusia
Model pembangunan
nasional ini berpusat pada manusia, berwawasan lebih jauh dari pada sekedar
angka pertumbuhan GNP atau pengadaan pelayanan sosial. Peningkatan perkembangan
manusia dan kesejahteraan manusia, persamaan dan sustainability manusia menjadi
fokus sentral proses pembangunan, pelaksana pembangunan yang menentukan tujuan,
sumber-sumber pengawasan dan untuk mengarahkan proses-proses yang mempengaruhi
kehidupan mereka (Gan, 1983).
Perspektif baru
pembangunan tersebut memberikan peranan yang khusus kepada pemerintah, yang jelas
berbeda dengan peranan pemerintah pada dua model pembangunan nasional yang
pertama. Peranan pemerintah dalam hal ini adalah menciptakan lingkungan sosial
yang memungkinkan untuk berkembang yaitu lingkungan sosial yang mendorong
perkembangan manusia dan aktualisasi
potensi manusia secara lebihbesar.
2.5 Masyarakat
dan pembangunan sosial
Latara
belakang, seperti dapat diamati dari berbagai model – model
pembangunan yang telah dilukiskan dimuka, dalam perkembangannya pembangunan
nasional telah ditafsirkan ke arah “konotasi roti” yang konvensional. Di dalam
beberapa kasus, pembnagunan ekonomi telah dilengkapi dengan pembangunan
nasional. Sedikit demi sedikit masyarakat mulai menyadari arti pentingnya
menyeimbangkan antara model pembangunan ekonomis yang beroientasi pada
efisiensi fungsional dan model pembnagunan sosial yang diarahkan pada kriteria
sosial yang lebih luas (bell, 1973, pp. 42-43).
Multi interpretasi pembangunan sosial.
Variasi konsep “sosial” dalam konteks
pembangunan sosial berkaitan dengan ciri-ciri yang ada disuatu negara dan
didalam masyarakatnya. Setelah mengamati berbagai tujuan dan strategi
pembangunan nasional, Diana Conyers (1982,pp.5-8) pada kesimpulan bahwa
terdapat beberapa pengertian konsep “sosial” menyangkut :
a. Pemberian
fasilitas-fasilitassosial, seperti taman nasional, tempat permainan anak-anak
dan lain-lain.
b. Lawan
dari “individu” dalam arti benda-benda sosial dan keuntungan sosial.
c. Perhatian
dan keterlibatan masyarakat
d. Lawan
“ekonomis” yakni pembangunan yang mengutamakan faktor-faktor non ekonomis.
Tiga kategori makna pembangunan sosial.
a. Pembangunan
sosial sebagai pangadaan pelayanan masyarakat.
b. Pembangunan
masyarakat sebagai upaya terencana untuk mencapai tujuan sosial yang kompleks
dan bervariasi
c. Pembnagunan
sosial sebagai upaya yang terencana untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk
berbuat.
Dasar konsep- konsep pembangunan sosial
yang berbeda
Perbedaan tujuan
pembangunan sosial merupakan realitas pembangunan nasional di negara-negara
sedang berkembang dan ini harus diterima sebagaimana adanya. Diversitas itu
berakar pada sejarah dan konfigurasi sosio-politik dan sosio-kultural
negara-negara tersebut. Interpretasi pembangunan nasional sebagai usaha
terencana untuk menyediakan pelayanan sosial dan fasilitas sosial yang lebih
baik pada segi tertentu merupakan warisan program bantuan dan kesejahteraan
dari pemerintah kolonial bagi masyarakat miskin. Interpretasi pembangunan
sosial sebagai suatu usaha terencana untu meraih tujuan-tujuan sosial yang
kompleks dan bervariasi pada umumnya merupakan reaksi-reaksi terhadap kondisi
yang diciptakan oleh pemerintah kolonial dimasa lalu. Makna pembangunan sosial
sebagai usaha terencana meningkatkan kemampuan manusia untuk bertindak,
merupakan antitesa baik terhadap model pembangunan nasional yang berorientasi
pertumbuhan maupun model pembangunan sosial yang beroientasi pada kesejahteraan
atau kebutuhan dasar.
Pendekatan alternatif pembangunan
nasional atas-bawah (top-down)
Pendekatan ini elitis
sifatnya, serta memiliki ciri “chairity strategi”. Pendekatan ini berkaitan
dengan konsep pembangunan sosial yang diinterpretasikan sebagai usaha terencana
untuk memberikan pelayanan dan fasilitas sosial yang lebih baik kepada rakyat.
Meskipin mekanisme menyalurkan pelayanan melalui pendekatan atas-bawah
(top-down) tersebut dapat efektik dan efisien dalam memberikan pelayanan sosial
dan fasilitas sosial kepada rakyat, namun terdapat beberapa kelemahan serius
yang inheran dalam pendekatan ini :
a. Pendekatan
ini menhghilangkan nilai kemanusiaan karena penerima manfaat itu jarang
memiliki peranan apapun kecuali sebagai pemanfaat pelayanan dan fasilitas
sosial yang ditentukan secara sepihak oleh birokrasi pemerintahan.
b. Pendekatan
tersebut sering melemahkan kemampuan kreatif rakyat untuk menemukan kebutuhan
dasar mereka dan merampas apa yang secara tradisional telah mereka lakukan
untuk diri mereka sendiri serta menggantinya dengan campur tangan pemerintah
dan penyediaan sumber.
c. Kecenderungan
pendekatan trrsebut mengabaikan sepenuhnya pada pememrintah.
d. Karena
sumber pembangunan publik selalu langka, maka tanpa pertisipasi rakyat
jangkauan pelayanan pemerintah akan sangat terbatas.
e. Kecenderungan
pendekatan cetak-biru dan atas-bawah untuk merumuskan proyek yang brrsifat
streotipe dan seragam disamping ketidakpekaan mereka terhadap variasi-variasi
daerah, mengurangi adaptabilitasnya terhadap situasi daera.
Pendekatan pengelolaan
sumber yang bertumbuh pada masyarakat terhadap pembangunan sosial.
Pendekatan ini mencoba
mengembangkan rasa keevektifan politis yang akan mengubah penerima pasif dan
reaktif menjadi peserta aktif yang memberikan kontribusinya dalam proses pembnagunan
warga yang aktif dan berkembang yang dapat turut serta dalam memilih isu
kemasyarakatan. Ciri-ciri pokok pendekatan ini ialah (Korten, 1986):
a. Keputusan
dan inisiatif untuk memenuhi kebutuhan rakyat dibuat di tingkat lokal, yang di
dalamnya rakyat memiliki identitas dan peranan yang dilakukan sebagai
partisipan yang dihargai.
b. Fokus
utamanya adalah memperkuat kemampuan rakyat miskin dalam mengawasi dan
mengerahkan aset-aset untuk memenuhi kebutuhan yang khas menurut daerah mereka
sendiri.
c. Pendekatan
ini mempunyai toleransi terhadap perbedaan dan karenanya mengakui arti penting
pilihan nilai individual dan pembuatan keputusan yang terdistribusi.
Pendekatan kawasan yang bersasaran
multisektoral yang terpadu.
ciri utama pendekatan ini adalah :
a. Pendekatan
tersebut berusaha meraih tujuan pembangunan sosial melalui upaya-upaya
terpusat, terkordinasi dan terintegrasi dari sejumlah badan-badan pemerintah
dan nonpemerintah atas berbagai sektor didalam satu kawasan tertentu di tingkat
lokal.
b. Kawaan
tersebut seharusnya dipilih berdasarkan identifikasi kebutuhan dan prioritas
kebutuhan dengan memperhatikan pertimbangan kelangkaan sumber-sumber yang tersedia
di tingkat nasional.
Tujuan-tujuan pembangunan sosial
tercapai melalui dua hal yaitu :
1. Pengukisan
kemiskinan melalui pemberian berbagai pelayanan sosial
2. Mengurangi
disparitas dalam pembangunan di satu wilayah dan antar wilayah.
Pendekatan pembangunan
sosial dengan melibatkan NGO (Non Governmental Organization).
Pendekatan ini
mempertimbangkan keterlibatan struktur pembangunan daerah nonpemerintah dalam
proses mencapai tujuan pembangunan sosial. Ciri utama pendekatan ini ialah :
a. NGO
diberi kesempatan untuk melaksanakan rencana pembangunan sosial.
b. Rakyat
yang ada dalam komunitas tersebut menjadi penggerak utama pelaksanaan proyek
c. Didalam
pendekatan ini peranan pemerintah adalah “
1. Memprkenankan
NGO melaksanakan proyek
2. Menugasi
NGO untuk bekerja disuatu proyek atau dikawasan yang belum di jangkau
pemerintah
d. Kerjasama
antara pemerintah dan NGO-NGO dapat di lembagakan dengan mengundang wakil-wakil
NGO menjadi anggota badan provinsi atau subprovinsi.
Pendekatan mobilisasi sumber melalui
rangsangan dari pusat .
Pendekatan ini telah
mencerminkan persamaan dengan pendekataan pengelolaan sumber yang bertumpu pada
masyarakat dalam arti bahwa pendekatan ini menekankan pada pengerahan sumber
lokal melalui sumber-sumber ransangan yang dialokasikan oleh birokrasi pusat. Ciri dasar pendekatan mobilisasi sumber
melalui rangsangan dari pusat adalah :
a. Birokrasi
pusat atau pemerintah tingkat atas, mengalokasikan sumber-sumber mereka kepada
daerah sedemikian rupa untuk menghasilkan pengerahan sumber ditingkat daerah.
b. Masyarakat
akan mengawinkan sumber-sumber yang dialokasikan dengan sumber-sumber tandingan
yang dihasilkan daerah yaitu keuangan, tenaga kerja, waktu, materi dan
bentuk-bentuk sumbangan lainnya dari anggota masyarakat tersebut.
c. Mendorong
partisipasi masyarakat melalui identifikasi kemampuan dan potensialitas yang
tidakterpakai serta pengarahan sumber-sumber lokal yang ditentukan melalui
pertimbangan pedesaan.