Rabu, 09 Desember 2015

MAKALAH ADMINISTRASI PEMBANGUNAN

MAKALAH
ADMINISTRASI PEMBANGUNAN
“Konsep Dan Pendekatan Pembangunan Sosial”


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pembangunan sosial sebagai salah satu pendekatan dalam pembangunan, pada awal perkembangannya, seringkali dipertentangkan dengan pembangunan ekonomi. Hal ini terkait dengan pemahaman orang banyak yang menggunakan istilah pembangunan yang dikonotasikan sebagai perubahan ekonomi yang diakibatkan oleh industrialisasi.
Tahun 1980-an
  • Pada awal tahun ini, konsep pembangunan sosial mulai populer dalam lingkup pekerjaan sosial. Kemunculan konsep pembangunan sosial merupakan refleksi atas evaluasi terhadap jalannya pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dinilai menyisakan distorsi masalah sosial seperti kemiskinan. Era industrialisasi telah mendorong kemajuan kapitalisme yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi sehingga aspek-aspek sosial terabaikan.
  • Seiring dengan kemajuan kapitalisme, meningkat pula tekanan masalah sosial sehingga menyadarkan akan pentingnya konsep pembangunan yang tidak hanya bertujuan meningkatkan kualitas hidup manusia dari aspek fisik, tetapi juga merespon masalah pembangunan yang terdistorsi. Pembangunan terdistorsi dianggap sebagai residu pembangunan yang muncul karena paradigma yang salah tentang pembangunan di mana pembangunan yang terjadi tidak lagi berorientasi pada kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, konsep pembangunan sosial hadir untuk melengkapi proses pembangunan ekonomi.


1.2  Identifikasi masalah
·         Bagaimana model pendekatan nasional dalam pembangunan ?
·         Bagaimana Konsep Dan Pendekatan Pembangunan Sosial

1.3  Tujuan
Untuk mengetahui sejauh mana konsep dan pendekatan nasionl dlam pembangunan di indonesia ..



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dan Pendekatan Pembangunan Sosial
Salah satu cirri utama kebanyakan Negara-negara yang sedang berkembang adalah komitmen mereka terhadap pembangunan nasional. Pembangunan nasional dilakukan melalui perencanaan nasional. Perencanaan nasional meliputi pengambilan keputusan-keputusan dan pilihan-pilihan tentang bagaimana sebaiknya memandaatkan sumber-sumber yang tersedia untuk meraih tujuan-tujuan tertentu yaitu tujuan pembangunan nasional, pada sewaktu-waktu di masa depan.
Saul M. Katz (1971) mendevinisikan pembangunan nasional sebagai perubahan social yang besar dari satu keadaan nasional ke keadaan nasional yang lain hal ini terikat dengan waktu dan bertumpuh pada lingkungan social budaya. Karenanya konsep pembngunan nasional dapat di Interpretasikan dari banyak segi.
Sifat multyinterpretasi konsep pembangunan tersebut sesungguhnya dapat dibenarkan karena ternyata bahwa konsep tersebut adalah suatu gejala transcendental dan multydisipliner, suatu ideology yang berekar dalam sejarah suatu Negara dan tertanam didalam suatu konfigurasi social budaya.
2.2 Model  Pembangunan Nasional Berorientasi Pertumbuhan.
Model ini memandang tujuan pembangunan nasional sebagai pertumbuhan ekonomidalam arti sempit, yakni menyangkut kapasitas ekonomi nasional yang semula dalam jangka waktu yang lama berada dalam kondisi statis, kemudian bangkit untuk menghasilkan peningkatan GNP per tahun pada angka 5 dan 7 persen atau lebih (Todaro, 1997, p. 60). PBB dalam Dekade Pembangunan Pertama(1960-1970) memandang “ pembangunan “ dalam arti pencapaian angka pertumbuhan pertahun GNP 6 persen.
Guna mencapai angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi seperti itu, maka pemilihan struktur prooduksi dan kesempatan kerja yang terencana guna meningkatkan porsi industry jasa dan manufaktur, serta mengurangi porsi sector pertanian secara seimbang, barangkali tidak dapat dihindari. Karena itu proses pembangunan, terpusat pada produksi,sedangkan penghapusan kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan menduduki urutan kepentingan kedua terutama dicapai melalui “trickle-down effect”.
Model ini juga mengasumsikan bahwa angka pertumbuhan ekonomi suatu Negara terutama tergantung pada tingkat investasi tertentu. Hal ini direalisir melalui peningkatan tabungan dalam negeri, investasi swasta-swasta asing dan/ atau bantuan asing. Adalah tanggung jawab pokok pemerintah untuk menciptakan suatu lingkungan yang akan memungkinkan Negara tersebut meraih titik kritis tingkat investasi guna mendorong tinggal landas, serta untuk melampui  tahap-tahap pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Karena itu peranan pemerintah sejak semula bersifat entrepreneurial.
2.3 Model Pembangunan Kebutuhan Dasar/Kesejahteraan.
Model pembangunan nasional kebutuhan dasar atau kesejahteraan muncul untuk mongoreksi kekurangan-kekurangan model pembangunan nasional yang berorientasi pada pertumbuhan. Model ini memfokuskan diri pada bagian penduduk yang miskin di negar-negara berkembang, dan menandaskan bahwa masalah kemiskinan di Negara-negara yang sedang berkembang pada dasarnya bukanlah merupakan kemubasiran ekonomi perse, akan tetapi masalah kemiskinan tadi pada hakekatnya merupakan penngalaman kerja keras dan tidak produktif selama berjam-jam dalam rangka membiayai kehidupan subsistensi dan marginal mereka.
Pada dasarnya model ini merupakan suatu program kesejahteraan atau bantuan bagi orang yang sangat miskin melalui pemenuhan kebutuhan dasar, yang mengcangkup tidak hanya kesempatan memperoleh penghasilan akan  tetapi juga akses terhadap pelayanan public seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, transportasi umum dan lain-lain.
Model ini didasarkan pada tiga argumentasi pokok (Streeten, 1979, pp. 30-31; Burki and ul Haq, 1981, p. 168).
a.       Banyak dari kaum miskin tidak memiliki asset-aset produktif selain kekuatan fisik mereka, keinginan kerja mereka dan inteligensi dasar mereka. Pemeliharaan asset tersebut tergantung pada peningkatan  akses terhadap pelayanan public seperti pendidikan, pemeliharaan kesehataan, penyediaan air pada umumnya.
b.      Peningkatan pendapatan kaum miskin boleh jadi tidak meningkatkan standar hidup mereka kalau barang-barang dan jasa yang cocok dengan kebbutuhan dan tingkat pendapatan mereka tidak tersedia.
c.       Peningkatan standar hidup golongan termiskin dari miskin melalui peningkatan produktivitas mereka memerlukan waktu yang sangat lama, dan porsi tertentu karena satu dan lain hal mereka barangkali tetap tidak dapat bekerja. Paling tidak program subsidi jangka pendek, dan barangkali program subsidi permanen diperlukan agar rakyat mendapat bagian dari hasil-hasil pembangunan.
Para pendiri pembangunan yang berorientasi pada manusia memandang bahwa terwujudnya masyarakat mencapai kemakmuran yang melimpah, yang menjadikan si miskin menerima secara pasif pelayanan apa pun yang dipilih serta diberikan oleh birokrasi pemerintah berdasar kearifan, yang waktu dan tempatnya ditentukan pula oleh birokrasi pemerintah, adalah tidak dapat diterima (Korten, 1983, p. 31). Karena itu mereka menawarkan satu model alternative seperti di bahas bawah ini.
2.4 Model Pembangunan Nasional yang Berpusat pada Manusia
Model pembangunan nasional ini berpusat pada manusia, berwawasan lebih jauh dari pada sekedar angka pertumbuhan GNP atau pengadaan pelayanan sosial. Peningkatan perkembangan manusia dan kesejahteraan manusia, persamaan dan sustainability manusia menjadi fokus sentral proses pembangunan, pelaksana pembangunan yang menentukan tujuan, sumber-sumber pengawasan dan untuk mengarahkan proses-proses yang mempengaruhi kehidupan mereka (Gan, 1983).
Perspektif baru pembangunan tersebut memberikan peranan yang khusus kepada pemerintah, yang jelas berbeda dengan peranan pemerintah pada dua model pembangunan nasional yang pertama. Peranan pemerintah dalam hal ini adalah menciptakan lingkungan sosial yang memungkinkan untuk berkembang yaitu lingkungan sosial yang mendorong perkembangan manusia dan  aktualisasi potensi manusia  secara lebihbesar.
2.5 Masyarakat dan pembangunan sosial
Latara belakang, seperti dapat diamati dari berbagai model – model pembangunan yang telah dilukiskan dimuka, dalam perkembangannya pembangunan nasional telah ditafsirkan ke arah “konotasi roti” yang konvensional. Di dalam beberapa kasus, pembnagunan ekonomi telah dilengkapi dengan pembangunan nasional. Sedikit demi sedikit masyarakat mulai menyadari arti pentingnya menyeimbangkan antara model pembangunan ekonomis yang beroientasi pada efisiensi fungsional dan model pembnagunan sosial yang diarahkan pada kriteria sosial yang lebih luas (bell, 1973, pp. 42-43).
Multi interpretasi pembangunan sosial.
Variasi konsep “sosial” dalam konteks pembangunan sosial berkaitan dengan ciri-ciri yang ada disuatu negara dan didalam masyarakatnya. Setelah mengamati berbagai tujuan dan strategi pembangunan nasional, Diana Conyers (1982,pp.5-8) pada kesimpulan bahwa terdapat beberapa pengertian konsep “sosial” menyangkut :
a.       Pemberian fasilitas-fasilitassosial, seperti taman nasional, tempat permainan anak-anak dan lain-lain.
b.      Lawan dari “individu” dalam arti benda-benda sosial dan keuntungan sosial.
c.       Perhatian dan keterlibatan masyarakat
d.      Lawan “ekonomis” yakni pembangunan yang mengutamakan faktor-faktor non ekonomis.
Tiga kategori  makna pembangunan sosial.
a.       Pembangunan sosial sebagai pangadaan pelayanan masyarakat.
b.      Pembangunan masyarakat sebagai upaya terencana untuk mencapai tujuan sosial yang kompleks dan bervariasi
c.       Pembnagunan sosial sebagai upaya yang terencana untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk berbuat.
Dasar konsep- konsep pembangunan sosial yang berbeda
Perbedaan tujuan pembangunan sosial merupakan realitas pembangunan nasional di negara-negara sedang berkembang dan ini harus diterima sebagaimana adanya. Diversitas itu berakar pada sejarah dan konfigurasi sosio-politik dan sosio-kultural negara-negara tersebut. Interpretasi pembangunan nasional sebagai usaha terencana untuk menyediakan pelayanan sosial dan fasilitas sosial yang lebih baik pada segi tertentu merupakan warisan program bantuan dan kesejahteraan dari pemerintah kolonial bagi masyarakat miskin. Interpretasi pembangunan sosial sebagai suatu usaha terencana untu meraih tujuan-tujuan sosial yang kompleks dan bervariasi pada umumnya merupakan reaksi-reaksi terhadap kondisi yang diciptakan oleh pemerintah kolonial dimasa lalu. Makna pembangunan sosial sebagai usaha terencana meningkatkan kemampuan manusia untuk bertindak, merupakan antitesa baik terhadap model pembangunan nasional yang berorientasi pertumbuhan maupun model pembangunan sosial yang beroientasi pada kesejahteraan atau kebutuhan dasar.
Pendekatan alternatif pembangunan nasional atas-bawah (top-down)
Pendekatan ini elitis sifatnya, serta memiliki ciri “chairity strategi”. Pendekatan ini berkaitan dengan konsep pembangunan sosial yang diinterpretasikan sebagai usaha terencana untuk memberikan pelayanan dan fasilitas sosial yang lebih baik kepada rakyat. Meskipin mekanisme menyalurkan pelayanan melalui pendekatan atas-bawah (top-down) tersebut dapat efektik dan efisien dalam memberikan pelayanan sosial dan fasilitas sosial kepada rakyat, namun terdapat beberapa kelemahan serius yang inheran dalam pendekatan ini :
a.       Pendekatan ini menhghilangkan nilai kemanusiaan karena penerima manfaat itu jarang memiliki peranan apapun kecuali sebagai pemanfaat pelayanan dan fasilitas sosial yang ditentukan secara sepihak oleh birokrasi pemerintahan.
b.      Pendekatan tersebut sering melemahkan kemampuan kreatif rakyat untuk menemukan kebutuhan dasar mereka dan merampas apa yang secara tradisional telah mereka lakukan untuk diri mereka sendiri serta menggantinya dengan campur tangan pemerintah dan penyediaan sumber.
c.       Kecenderungan pendekatan trrsebut mengabaikan sepenuhnya pada pememrintah.
d.      Karena sumber pembangunan publik selalu langka, maka tanpa pertisipasi rakyat jangkauan pelayanan pemerintah akan sangat terbatas.
e.       Kecenderungan pendekatan cetak-biru dan atas-bawah untuk merumuskan proyek yang brrsifat streotipe dan seragam disamping ketidakpekaan mereka terhadap variasi-variasi daerah, mengurangi adaptabilitasnya terhadap situasi daera.
Pendekatan pengelolaan sumber yang bertumbuh pada masyarakat terhadap pembangunan sosial.
Pendekatan ini mencoba mengembangkan rasa keevektifan politis yang akan mengubah penerima pasif dan reaktif menjadi peserta aktif yang memberikan kontribusinya dalam proses pembnagunan warga yang aktif dan berkembang yang dapat turut serta dalam memilih isu kemasyarakatan. Ciri-ciri pokok pendekatan ini ialah (Korten, 1986):
a.       Keputusan dan inisiatif untuk memenuhi kebutuhan rakyat dibuat di tingkat lokal, yang di dalamnya rakyat memiliki identitas dan peranan yang dilakukan sebagai partisipan yang dihargai.
b.      Fokus utamanya adalah memperkuat kemampuan rakyat miskin dalam mengawasi dan mengerahkan aset-aset untuk memenuhi kebutuhan yang khas menurut daerah mereka sendiri.
c.       Pendekatan ini mempunyai toleransi terhadap perbedaan dan karenanya mengakui arti penting pilihan nilai individual dan pembuatan keputusan yang terdistribusi.
Pendekatan kawasan yang bersasaran multisektoral yang terpadu.
ciri utama pendekatan ini adalah  :
a.       Pendekatan tersebut berusaha meraih tujuan pembangunan sosial melalui upaya-upaya terpusat, terkordinasi dan terintegrasi dari sejumlah badan-badan pemerintah dan nonpemerintah atas berbagai sektor didalam satu kawasan tertentu di tingkat lokal.
b.      Kawaan tersebut seharusnya dipilih berdasarkan identifikasi kebutuhan dan prioritas kebutuhan dengan memperhatikan pertimbangan kelangkaan sumber-sumber yang tersedia di tingkat nasional.
Tujuan-tujuan pembangunan sosial tercapai melalui dua hal yaitu :
1.      Pengukisan kemiskinan melalui pemberian berbagai pelayanan sosial
2.      Mengurangi disparitas dalam pembangunan di satu wilayah dan antar wilayah.
Pendekatan pembangunan sosial dengan melibatkan NGO (Non Governmental Organization).
Pendekatan ini mempertimbangkan keterlibatan struktur pembangunan daerah nonpemerintah dalam proses mencapai tujuan pembangunan sosial. Ciri utama pendekatan ini ialah :
a.       NGO diberi kesempatan untuk melaksanakan rencana pembangunan sosial.
b.      Rakyat yang ada dalam komunitas tersebut menjadi penggerak utama pelaksanaan proyek
c.       Didalam pendekatan ini peranan pemerintah adalah “
1.      Memprkenankan NGO melaksanakan proyek
2.      Menugasi NGO untuk bekerja disuatu proyek atau dikawasan yang belum di jangkau pemerintah
d.      Kerjasama antara pemerintah dan NGO-NGO dapat di lembagakan dengan mengundang wakil-wakil NGO menjadi anggota badan provinsi atau subprovinsi.
Pendekatan mobilisasi sumber melalui rangsangan dari pusat .
Pendekatan ini telah mencerminkan persamaan dengan pendekataan pengelolaan sumber yang bertumpu pada masyarakat dalam arti bahwa pendekatan ini menekankan pada pengerahan sumber lokal melalui sumber-sumber ransangan yang dialokasikan oleh birokrasi pusat.  Ciri dasar pendekatan mobilisasi sumber melalui rangsangan dari pusat adalah :
a.       Birokrasi pusat atau pemerintah tingkat atas, mengalokasikan sumber-sumber mereka kepada daerah sedemikian rupa untuk menghasilkan pengerahan sumber ditingkat daerah.
b.      Masyarakat akan mengawinkan sumber-sumber yang dialokasikan dengan sumber-sumber tandingan yang dihasilkan daerah yaitu keuangan, tenaga kerja, waktu, materi dan bentuk-bentuk sumbangan lainnya dari anggota masyarakat tersebut.
c.       Mendorong partisipasi masyarakat melalui identifikasi kemampuan dan potensialitas yang tidakterpakai serta pengarahan sumber-sumber lokal yang ditentukan melalui pertimbangan pedesaan.













makalah klasifikasi


MAKALAH
KLASIFIKASI
Tentang
PENTINGNYA KLASIFIKASI BAHAN PUTAKA DI PERPUSTAKAAN
Oleh:
DIAN FEBRIYANULLAH
21304A0008
PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYA MATARAM
2015
ii
KATA PENGANTAR
`Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Pentingnya Klasifikasi Bahan Pustaka di Perpustakaan” dengan lancar.
Terselesaikannya pembuatan Makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membantu penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Semoga segala ilmu yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan di sisi Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan ke depan. Amin Yaa Rabbal „Alamiin
Mataram, 23 April 2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3 Tujuan ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi Bahan Pustaka ................................................................... 3
1. Klasifikasi ..................................................................................... 3
2. Sistem Klasifikasi ......................................................................... 3
3. Penggunaan DDC .......................................................................... 5
4. Prinsip Klasifikasi DDC ................................................................ 5
2.2 Bahan Pustaka Perpustakaan ............................................................... 6
2.3 Pentingnya Klasifikasi Bahan Pustaka ................................................ 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan semakin cepat. Kita sebagai seorang pustakawan, dituntut untuk semakin kreatif dalam mengembangkan atau memajukan perpustakaan. Sebagai seorang pustakawan kita diwajibkan memiliki ide-ide yang cemerlang demi memuaskan pemustaka. Pustakawan harus bisa menguasai sumber informasi atau bahan pustaka yang ada di perpustakaan dan dapat memberikan informasi yang tepat pada pemustaka.
Oleh karena itu, untuk memudahkan pustakawan dalam memberikan sumber informasi kepada pengunjung/pemustaka maka pustakawan harus bisa menguasai klasifikasi. Karena klasifikasi bertujuan untuk mengusahakan agar pengunjung dapat secara mudah dan langsung memperoleh bahan pustaka.
Sulistyo Basuki (1991) mengatakan bahwa klasifikasi berasal dari kata Latin '"classis". Klasifikasi adalah proses pengelompokan, artinya mengumpulkan benda yang sama serta memisahkan benda yang tidak sama. Secara umum dapat dikatakan bahwa batasan klasifikasi adalah usaha menata alam pengetahuan ke dalam tata urutan sistematis.
Towa P. Hamakonda dan J.N.B. Tairas (1995) mengatakan bahwa klasifikasi adalah pengelompokan yang sistematis daripada sejumlah obyek, gagasan, buku atau benda-benda lain ke dalam kelas atau golongan tertentu berdasarkan ciri-ciri yang sama. Kalau kita simak dalam kehidupan sehari-hari klasifikasi sudah banyak dilakukan oleh manusia. Seperti di supermarket, di pasar, di toko buku, pedagang yang mengempokkan barang dagangannya yang sejenis dalam satu kelompok yang sama. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembeli dalam memilih kebutuhan yang diperlukan.
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan klasifikasi bahan pustaka?
2. Seberapa pentingkah klasifikasi bahan pustaka di perpustakaan?
1.3 Tujuan
1. Agar bisa memahami makna klasifikasi bahan pusta tujuan klasifikasi
2. Untuk mengetahui pentingnya klasifikasi bahan pustaka di perpustakaan
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi Bahan Pustaka
1 Klasifikasi
Secara harfiah arti klasifikasi adalah penggolonganatau pengelompokkan. Ada beberapa pengertian mengenai klasifikasi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia klasifikasi adalah penyusunan bersistem dalam kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang ditetapkan. Harrods Librarians Glossary menyebutkan bahwa klasifikasi adalah pengelompokkan bendasecara logis menurut ciri-ciri kesamaannya. Menurut Sulistyo Basuki, Klasifikasi adalah proses pengelompokkan/ pengumpulan benda atau entitas yang sama, serta memisahkan benda atas entitas yang tidak sama.
Dalam bidang perpustakaan pengertian klasifikasi adalah penyusunan sistematis terhadap buku dan bahan pustaka lain, atau katalog, atau entri indeks berdasarkan subyek, dalam cara yang berguna bagi mereka yang membaca atau mencari informasi (Sulistyo-Basuki: 1991). Dari pengertian ini klasifikasi mempunyai fungsi yaitu: sebagai tata penyusunan buku di jajaran rak, serta sebagai sarana penyusunan entri bibliografis pada katalog, bibliografi dan indeks dalam tata susunan yang sistematis. Dan sehingga dapat menudahkan pustakawan dan pemustaka dalam menyusun kembali bahan pustaka.
2 Sistem Klasifikasi
Ada beberapa sistem klasifikasi, diantaranya adalah:
1) Klasifikasi Artifisial
Sistem ini adalah mengelompokkan bahan pustaka berdasarkan ciri atau sifat-sifat lainnya, misalnya pengelompokan menurut pengarang, atau berdasarkan ciri fisiknya, misalnya ukuran, warna sampul, dan sebagainya.
4
2) Klasifikasi Utility
Pengelompokan bahan pustaka dibedakan berdasarkan kegunaan dan jenisnya. Misal, buku bacaan anak dibedakan dengan bacaan dewasa. Buku pegangan siswa di sekolah dibedakan dengan buku pegangan guru. Buku koleksi referens dibedakan dengan koleksi sirkulasi (berdasar kegunaannya)
3) Klasifikasi Fundamental
Pengelompokan bahan pustaka berdasarkan ciri subyek atau isi pokok persoalan yang dibahas dalam suatu buku. Pengelompokkan bahan pustaka berdasarkan sistem ini mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya:
• bahan pustaka yang subyeknya sama atau hampir sama, letaknya berdekatan.
• Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menilai koleksi yang dimiliki dengan melihat subyek mana yang lemah dan mana yang kuat.
• Menudahkan pemakai dalam menelusur informasi menurut subyeknya.
• Memudahkan pembuatan bibliografi menurut pokok masalah.
• Untuk membantu penyiangan atau weeding koleksi.
Klasifikasi fundamental banyak digunakan oleh perpustakaan besar maupun kecil. Dalam sistem tersebut buku dikelompokkan berdasarkan subyek, sehingga memudahkan pemakai dalam menelusur suatu informasi. Yang termasuk klasifikasi fundamental adalah Klasifikasi DDC (Dewey Decimal Classification).
DDC merupakan sistem klasifikasi yang populer dan paling banyak pemakainya. Klasifikasi ini dalam pengembangannya menggunakan sistem desimal angka arab sebagai simbol notasinya.
Pada tahun 1873 DDC diciptakan oleh Melville Louis Kassuth Dewey dan diterbitkan pertama kali pada tahun 1876. Dari edisi
5
pertama yang hanya 52 halaman, kemudian system ini terus dikembangkan sehingga edisi mutakhir yaitu edisi 20 diterbitkan pada tahun 1989 yang terdiri dari 4 jilid, masing-masing untuk pendahuluan, bagan dan indeks relative, yang tebalnya lebih dari 52 kali edisi prtama. Disamping edisi lengkap, DDC menerbitkan edisi ringkas, yang dimulai pada tahun 1894 dan mencapat edisi ke 12 pda tahun 1989.
3 Penggunaan DDC
Setiap petugas perpustakaan yang hendak menggunakan klasifikasi DDC atau menggolongkan suatu bahan pustaka, perlu melalukan langkah-langkah ini, diantaranya:
o Pelajari pola umum bagan klasifikasi, seperti ringkasan pertama (10 kelas utama), ringkasan kedua (divisi), ringkasan ketiga (seksi), dan seterusnya.
o Pelajari bagan lengkap secara teratur dan sistematis, agar memperoleh gambaran yang lebih jelas.
o Pelajari tabel-tabel pembantu serta petunjuk penggunaannya.
o Pahami indeks relatif dan penyusunannya.
4 Prinsip Klasifikasi DDC Klasifikasikan bahan pustaka sesuai dengan maksud dan tujuan pengarangnya. Klasifikasikan pada subyek yang lebih spesifik, jangan pada subyek yang luas. Bahan pustaka yang mempunyai 2 subyek, tetapi bobot pembahasannya tidak seimbang klasifikasikan pada subyek yang banyak dibahas. Bahan pustaka yang mempunyai 2 subyek dan keduanya memiliki nilai bobot yang sama dalam pembahasannya, klasifikasikan pada subyek
6
yang pertama diuraikan atau dibahas. Misal “Pengantar sosiologi dan ekonomi”.
Rangkuman : Sosiologi / ekonomi
Sosiologi : Disiplin ilmu
Ekonomi : Disiplin ilmu
Maka subyek yang diutamakan adalah sosiologi, karena yang pertama dibahas. Apabila menemukan bahan pustaka yang membahas 3 subyek atau lebih, maka klasifikasikan pada subyek yang lebih luas. Misal “Pelajaran matematika, Kimia, dan Fisika” klasifikasikan pada nomor 500 (eksakta). Bila menemukan suatu bahan pustaka yang subyeknya belum atau tidak terdapat nomor klasifikasinya, maka klasifikasikan pada nomor yang paling dekat dengan subyek itu dan tidak diperkenankan membuat nomor baru sendiri.
2.2 Bahan Pustaka Perpustakaan
Bahan pustaka adalah bagian dari koleksi perpustakaan yang ada di perpustakaan. Menurut Yulilia (1995: 3) Bahan pustaka adalah kitab, buku”. Sedangkan menurut Bafadal (2001: 24) menyatakan „‟bahwa bahan pustaka adalah salah satu koleksi perpustakaan yang berupa karya cetak seperti buku teks (buku pengunjung), buku fisik, dan buku referensi yang dikumpulkan, diolah dan disimpan untuk di sajikan kepada pengguna untuk memenuhi kebutuhan informasi”.
Salah satu unsur pokok perpustakaan adalah koleksi, karena pelayanan tidak dapat dilaksanakan secara maksimal apabila tidak didukung oleh adanya koleksi yang memadai. Menurut Sumardji (1998: 22) “Koleksi perpustakaan adalah sekumpulan atau sekelompok bahan pustaka yang berisi karya-karya mengenai informasi tertentu yang disusun secara sistematis.” Sedangkan menurut Darmono (2001: 60) “Koleksi adalah sekumpulan rekaman informasi
7
dalam berbagai bentuk tercetak (buku, majalah, surat kabar) dan bentuk tidak tercetak (bentuk mikro, bahan audio visual, peta)”.
2.3 Pentingnya Klasifikasi Bahan Pustaka
Di dalam perpustakaan sistem klasifikasi sangatlah penting karena klasifikasi memudahkan pustakawan dan pemustaka dalam menemukan bahan pustaka.
Klasifikasi yang diterapkan di pusat informasi dan perpustakaan didefinisikan sebagai penyusunan sistematik terhadap buku dan bahan pustaka lain atau katalog atau entri indeks berdasarkan subjek, dalam cara paling berguna bagi mereka yang membaca atau mencari informasi. Dengan demikian, klasifikasi berfungsi ganda, yaitu (1) sebagai sarana penyusunan bahan pustaka di rak, dan (2) sebagai sarana penyusunan entri bibliografis dalam katalog tercetak, bibliografi dan indeks dalam tata susunan sistematis.
Dalam sistem klasifikasi pengaturan/ penyusunan bahan pustaka pada rak, klasifikasi bertujuan :
1. Dapat menentukan lokasi bahan pustaka didalam jajaran koleksi perpustakaan sehingga memudahkan temu kembali informasi.
2. Mengumpulkan semua bahan pustaka yang memiliki subyek yang sama dalam satu jajaran koleksi.
3. Memudahkan dalam penempatan buku baru serta untuk kepentingan penyiangan .
Mengelompokkan semua bahan pustaka sejenis menjadi satu. Dengan kata lain, tujuan utama klasifikasi di perpustakaan adalah mempermudah dalam temu kembali informasi (bahan pustaka) yang dimiliki perpustakaan
Adapun Manfaat Klasifikasi:
1. Untuk mengetahui bahan pustaka yang dimiliki Perpustakaan;
2. Untuk mengetahui keseimbangan koleksi;
3. Untuk mengetahui cakupan ilmu pengetahuan;
4. Penuntun berfikir sistematis
5. Membantu dalam menyusun bibliografi
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari tujuan dan manfaat klasifikasi bahan pustaka sudah jelas bahwa klasifikasi sangatlah penting di perpustakan, karena memudahkan dalam penyusunan bahan pustaka dan memudahkan pemustaka untu mencari refrensi.
Mengklasifikasi bahan pustaka dengan menggunakan Skema klasifikasi Persepuluhan Dewey (DDC), perlu pemahaman komponen-komponen yang ada pada sistem ini. Jika dapat melakukan analisis subyek dengan tepat sesuai dengan yang dimaksudkan oleh penulis suatu bahan pustaka, dan dapat mengikuti petunjuk yang ada pada bagan klasifikasi diharapkan dapat memperoleh subyek yang tepat dan dapat mendapatkan notasi yang tepat. Sehingga penempatan bahan pustaka di rak jajaran pada posisi yang benar dan proses penelusuran atau pencarian informasi mudah dilakukan dengan cepat dan tepat.
9
DAFTAR PUSTAKA
Hamakonda, Towa dan J.N.B. Tairas. 2002. Pengantar Klasifikasi Persepuluhan Dewey. Jakarta: BPK Gunung Mulya,
Sulistyo-Basuki. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Darmono. 2001. Manajemen dan Tata Kerja Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Gramedia Widasarana Indonesia.
Juhaeri. 2002. Klasifikasi. Surabaya: Badan Perpustakaan. Makalah disampikan dalam Pendidikan dan Pelatihan Penyetaraan Perpustakaan.
Perpustakaan Nasional RI. [S. a.]. Klasifikasi dan Tajuk Subyek Modul 3: Klasifikasi bahan pustaka. http://pusdiklat.pnri.go.id/elearning/klasifikasi/ frameset03.html.